Hidup Bagaikan Air

“Bagaikan air hujan yang jatuh ke bumi. Ia akan bangun dalam wujud uap membentuk titik-titik air di awan.”

Jatuh dan bangun lagi. Adik bayi beberapa kali mendaratkan pantatnya kembali ke landasan kasurnya. Kakinya begitu mungil, pendek dan belum bertenaga. Pelan-pelan dia mencoba menggapai pegangan dan jatuh lagi. Sesekali dia merengek manja, lalu dicobanya kembali. Mungkin merangkak merupakan usaha pertama yang bisa dia perjuangkan. Sampai akhirnya dia bisa menggapai mainannya. Dia menjadi ahli untuk memporakporandakan kamarnya dengan mainannya.

Beranjak dewasa dia mulai belajar banyak hal. Beberapa kali dia jatuh. Pertama kalinya dia belajar naik sepeda, banyak stiker lucu yang bertandang di lututnya. Jatuh tidak membuatnya berhenti belajar. Semakin sering dia jatuh, semakin giat dia, semakin meluap tawanya diselingi rintihan perihnya luka di lutut. Lalu dengan bangganya dia membunyikan lonceng sepedanya, melambaikan tangan ke ibunya dan mengendarai sepedanya menuruni jalanan turunan yang membawanya seakan melayang.

Dari kecil, setiap manusia sudah mengalami jatuh bangun dalam hidupnya. Dari kecil, dia sudah ditempa sedemikian rupa dan dengan inisiatif sendiri dia akan bangkit. Begitu banyak kenangan baik senang maupun luka yang membawa dirinya tumbuh dewasa. Semakin banyak luka yang dia dapat, semakin banyak pembelajaran yang didapat, semakin tau seluk beluk kelemahannya.

Seiring bertambah umurnya terkadang dia menjadi lupa akan perjuangan masa kecilnya, dia memilih berteman dengan lubang hitam di bawah sana. Dia merasa nyaman dengan keluh kesahnya setiap waktu sehingga lupa untuk bangkit. Begitu banyak alasan yang diciptakanya di atas nama angan-angan, itu pula yang dia perjuangkan. Dia kalah dengan anak kecil itu, bukanlah kenangan melainkan dirinya sendiri. Sosok lugu dan selalu haus belajar.

Saya juga pernah jatuh saat mengetahui mama sakit. Banyak perubahan yang terjadi di keluarga dan rumah itu. Perubahan dalam diri yang paling kuketahui. Beberapa kali saya menangis, namun yang paling saya ingat adalah di siang itu ketika teman-temannya datang. Saya yang memilih duduk di lantai di belakang kursi mama, semakin temannya menghibur dan bercerita semakin deras air mata ini mengalir dalam kesunyian, tidak berani untuk membiarkan mama mengetahui tangisan itu. “Menangislah!“, kata tante. Benar, menangislah sepuasnya. Esok akan selalu menjadi hari baru, saya harus bangkit. Yakinlah sesuatu akan ada hikmahnya, semua akan berjalan sesuai karmamu. Kuatlah untuk melepaskannya dan bangkitlah!

Ibarat siklus air dan putaran roda. Kadang dia akan menjadi bintang di atas namun tidak lupa alas kakinya tetap menapak bumi. Kadang dia akan terpuruk dalam sumur kering dan gelap namun dia tetap akan menatap bintang di atasnya.

 

 

One thought on “Hidup Bagaikan Air

Leave a comment